Potensi Padang Lamun Dalam Perubahan Iklim
Kebanyakan konservasi terfokus pada terumbu karang sebagai penyimpan kekayaan sumberdaya perikana dimana digunakan masyarakat sebagai sumber makanan dan ekonomi. Hanya terdapat sedikit konservasi tentang lamun karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang peran lamun termasuk juga menyimpan keanekaragaman biota di dalamnya. Konservasi terumbu memang sudah efektif namun seiring perkembangannya juga dibarengi dengan meningkatnya pemutihan karang (coral bleaching) yang disebabkan oleh peningkatan suhu. Dilihat menurut ketahanannya, lamun lebih tahan terhadap tekanan perubahan iklim peningkatan suhu, kesalinitasan serta peningkatan permukaan air laut sehingga lamun sangat berpotensi dalam perannya secara ekologis (Unsworth et al., 2018). Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus dalam konservasi lamun.
Lamun dapat membentuk suatu hamparan luas di suatu perairan yang umumnya dinamakan dengan padang lamun. Padang lamun berperan penting bagi ekosistem di sekitarnya. Beberapa biota seperti dugong, penyu hijau dan ikan baronang menjadikan lamun sebagai sumber makanan mereka. Padang lamun meiliki peran yang penting bagi manusia yaitu sebagai penyedia sumberdaya perikanan, siklus karbon global, dan biofilter bagi ekosistem laut (Unsworth et al., 2018). Padang lamun dapat difungsikan sebagai hutan seperti yang ada di darat. Hal tersebut karena kemampuan lamun yang dapat menyerap karbondioksida (Rustam et al., 2014). Hasil serapan karbondioksida akan digunakan oleh lamun untuk melakukan fotosistesis dan akan disimpan dalam bentuk biomassa sehingga dikatakan sebagai karbon biru atau blue carbon. Peran lamun tersebut dapat membantu terjadinya perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global dimana salah satu pemicunya yaitu meningkatnya kadar karbondioksida di atmosfer.
Potensi lamun sebagai blue carbon dilihat dari pengalokasian biomassa karbon pada lamun. Menurut penelitian Rustam et al. (2014) menyatakan bahwa alokasi biomassa paling banyak terdapat pada bagian bawah yaitu rimpang dan akar. Bagian atas seperti daun memiliki sedikit potensi untuk menyimpan karbon. Karbon tersebut juga dapat diendapkan dalam sedimen atau substrat melalui serasah daun lamun yang jatuh atau biota organik lainnya. Penguburan karbon di dalam substrat tersebut dapat dipelihara selama ribuan tahun. Stok karbon sedimen tiap wilayah berbeda tergantung beberapa faktor misalnya serasah daun Enhalus acoroides akan lebih banyak menghasilkan stok karbon di sedimen setelah terdekomposisi dibandingkan dengan serasah daun Cymodocea serrulata. Ini dapat terjadi karena ukuran daun Enhalus acoroides lebih besar dan lebar dibandingkan dengan daun Cymodocea serrulata. Hal tersebut terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan Rustam et al. (2014) di perairan Tanjung Lesung, Banten yang tergambar pada grafik berikut :
DAFTAR PUSTAKA
Rustam A., T. L. Kepel, R. N. Afiati, H. L. Salim, M. Astrid, A. Daulat, P. Mangindaan, N. Sudirman, Y. Puspitaningsih, D. Dwiyanti dan A. Hutahaean. 2014. Peran kosistem Lamun Sebagai Blue Carbon Dalam Mitigasi Perubahan Iklim, Studi Kasus Tanjung Lesung, Banten. Jurnal Segara., 10(5) : 107-177.
R. K.F. Unsworth, L. J. McKenzie , L. M. Nordlund dan L. C. Cullen-Unsworth. 2018. A Changing Climate For Seagrass Conservation?. Current Biology 28 R1221-R1242.